Bahagia dengan Pilihan
![]() |
pic by pixabay |
Wah…
judul postingan kali ini berasa aura Pemilu nggak sih? Hehe. Sebenarnya bukan
karena itu, ya. Tapi ini masalah hati. Masalah keputusan. Hmm… apa sih
maksudnya?
Ceritanya,
saya dan seorang teman saling mengobrol daring dengan aplikasi whatsapp. Well … lagi-lagi terinspirasi deh dari obrolan tersebut buat
menulis. Meskipun mungkin, postingan kali ini seperti curahan hati. Maafkan.
Tentang
obrolan itu, teman saya bercerita, bahwa dia baru saja mengambil keputusan untuk
mengakhiri karir dan ingin fokus pada keluarga. Sebuah keputusan yang sangat amazing buat saya. Tentu saja tidak
mudah bagi saya mengambil keputusan untuk berhenti dari pekerjaan begitu saja,
mengingat status kepegawaian didunia birokrasi, yang tentu saja akan sangat
berbelit bila ingin resign, kecuali
memang saya sedang bermasalah dengan hukum. Na’udzublillah.
Dari
obrolan demi obrolan, ada yang membuat saya tertarik, bahkan hingga merenungi
diri. Ya, tentang pilihan. Tidak sembarang pilihan tentu saja. Tetapi pilihan
yang bisa membahagiakan hati, diri sendiri, juga keluarga.
Tidak
mudah lho, mengambil keputusan berhenti dari pekerjaan disaat karir sedang
meroket. Terbiasa dengan ritme kerja yang teratur, penuh kedisiplinan, meskipun
penuh dengan intrik, kompetisi, dan sebagainya, yang biasa terjadi didunia kerja.
Terbiasa
pergi pagi, pulang malam, lebih banyak waktu diluar rumah, meninggalkan anak,
waktu bertemu keluarga yang sedikit, intensitas bertemu dengan suami juga
terbatas, lantas tiba-tiba harus berada dirumah, tentu banyak hal yang harus
dilakukan, misalnya, harus lebih berpikir kreatif agar tidak mudah merasa
bosan, harus me-reschedule kegiatan
dirumah, yang jelas jauh berbeda dengan saat masih mempunyai banyak aktivitas
di kantor.
Bisa
saja awalnya akan merasa yakin dan bersemangat karena mengambil keputusan resign sudah dipikirkan dengan matang.
Tentu tidak akan menjadi masalah yang besar, jika sebelumnya sudah mempunyai
aktivitas atau hobi yang menyenangkan untuk dilakukan. Lain halnya bila sebelum
resign tidak mempunyai persiapan
apapun. Akan menjadi suatu kebingungan tersendiri saat ternyata harus berhenti
dari pekerjaan, tetapi tidak tahu harus melakukan apa untuk hari-hari
selanjutnya.
Pilihan.
Semua orang mempunyai hak untuk memilih bagi hidup yang dijalani. Semua ada
konsekuensi masing-masing. Tinggal menjalani pilihan tersebut dengan penuh
tanggungjawab, tahu apapun konsekuensinya, dan mendapat kebahagiaan atas
pilihan tersebut.
Sulitkah
menentukan pilihan yang dapat membahagiakan hati? Anda tentu bisa menjawab
sendiri pertanyaan tersebut. Pilihan tetaplah pilihan. Anda tinggal
menjalaninya, dan tetap berusaha bahagia dengan pilihan tersebut.
Jangan
lupa untuk menjadi orang yang bahagia ya ^^
13 Comments
Enggak sulit sih Mba asal benar-benar memiliki tekad kuat. Karena setiap pilihan pasti ada konsekuensinya. Pikirkan yang baiknya saja. Pasti happy...heh heheh
ReplyDeleteDengan selalu berpikir tentang kebaikan, hidup yang dijalani jadi lebih tenang ya, mbak Denik ^^
DeletePenulisan kata depan dan awalan masih rancu, Mb
ReplyDeleteBeberapa kata penulosannya tdk seauai
Semangat ya
Iyess... Terima kasih sarannya ya ^^
DeletePilihan seperti itu keren, dan belum tentu semua bisa.
ReplyDeleteYa mbak Eni. Pilihan teman saya itu berat. Aku juga belum tentu bisa seperti dia ^^
DeletePilihanku beberapa saat yang lalu. Semua ada kelebihan dan kekurangannya. Dan yang pasti, siapkan hati, karena Allah pasti memguji pilihan yang tidak mudah ini.
ReplyDeleteMbak Wid ... cerita dong pengalaman pas mengambil keputusan untuk resign. Aku sebenarnya ingin juga, tapi tiada daya. Hiks. Ditunggu ceritanya ya mbak #ngarepbanget
DeleteMenurut saya pilihannya baik sekali, profesi utama seorang perempuan sesungguhnya adalah menjadi seorang ibu yang baik dan istri yang baik untuk suaminya. Hehe
ReplyDeleteKarier di luar/kerja sebagai guru, CS, dll itu adalah sampingan ^_^
Semangat jadi madrasah yang baik untuk anak".. 😇😉
Memang, profesi IRT adl profesi yg sangat mulia,namun terkadang seorang prpn tdk mendapatkan kesempatan utk mjd IRT saja, sbb ktk ia adl single parent,maka yg seharusnya tulangnya sbg tulang rusuk saja mau tdk mau hrs menjadi tulang punggung juga. Ia mjd multifungsi sbg ibu,ayah,sahabat,dll bagi ank²nya. Jadi, keputusan resign atau tdk hrs di lihat dari berbagai sudut dan segala hal yg melatarbelakanginya. 😊😊
DeleteBenar, Mbak Laili. Ibu memang madrasah bagi anak-anaknya. Aktivitas diluar rumah hanya sebagai sampingan, yang utama tetap keluarga
DeleteItulah hebatnya perempuan ya mbak Anis ^^
DeleteFor others, such a decision always seems unrealistic and unexpected, but before coming to it a person thinks for a long time and weighs his possibilities.
ReplyDeleteTerima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan komentar. Pastikan Anda mencantumkan nama dan url blog, agar saya bisa berkunjung balik ke blog Anda. Semoga silaturahmi kita terjalin indah ^^