Ketika Asisten Rumah Tangga Minta Resign

sumber foto : pixabay



2 hari yang lalu. Pulang dari kantor, dalam keadaan setengah kuyup karena hujan deras. Tak disangka ada sebuah situasi yang mendaadak mendung.

“Bunda, kulo badhe kendel,” (*) ucap si mbak asisten.

Tentu saja aku kaget bukan kepalang. Tiba-tiba saja dia minta berhenti setelah 6 tahun bersama kami. Padahal hari-hari sebelumnya tak tampak ada suatu permasalahan. Semua biasa saja. 



Hingga sore itu, dia ingin resign. Alasan utama adalah karena merawat bapak kandungnya yang sedang sakit. 

Ah ya. Mau mencegah bagaimana. Aku bisa merasakan pengorbanan saat harus merawat orangtua yang sedang sakit keras. Meskipun ada rasa berat, tetapi harus ada keikhlasan melepas kepergian si mbak. 

6 tahun kebersamaan bukan waktu yang sebentar. Dia sudah kuanggap bagian dari keluarga kami. Bahkan keluarganya seolah seperti keluarga sendiri.

Gerimis diluar membuat suasana makin kelabu. Seperti apapun, setiap pertemuan memang selalu ada perpisahan. Kadang tanpa direncanakan, tak terduga waktu itu harus tiba.

Seperti sore itu. Ketika si mbak sisten di rumah kami menyatakan untuk tidak meneruskan membersamai. Mau tidak mau kenyataan itu harus kami terima.

Sesaat lidahku kelu. Tercekat. Tapi harus bagaimana? Siap tidak siap, kami harus merelakan kepergiannya, bukan?

Oke, baiklah. Tidak boleh sedih berlarut. Harus segera berpikir untuk mencari solusi saat tidak ada lagi si mbak di rumah. Hal pertama yang harus dikondisikan adalah Rafa, yang selama ini, setiap pulang sekolah selalu ada yang menemani.

Perlahan, kudekap Rafa. Lembut jemari mengusap rambut hitam nan legam. Lantas mencium ubun-ubun sembari memberi pengertian, bahwa si mbak sudah tidak bersama kami. Kusampaikan juga, bahwa Rafa sudah mulai besar, harus mau belajar mengerti kondisi rumah, mau belajar bangun lebih pagi dan lebih manut (menurut) pada ayah dan bunda.

Ah, Nak. Entahlah, kau bisa memahami kata-kata ini secara mendalam atau tidak. Yang pasti jelas akan ada hal-hal yang berbeda selama tidak ada asisten rumah tangga di rumah kami.

Ada diskusi sejenak antara aku dan suami terkait tidak lagi ada ‘si mbak’, antara lain :
  1. Ada pembagian tugas tentang pekerjaan rumah tangga. Misalnya, aku bagian membersihkan area dalam rumah, memasak, mengepel (tidak bisa tiap hari nih), mencuci dan setrika, sedangkan suami bagian menyapu halaman rumah serta mengurus kendaraan untuk fasilitas kami bekerja;
  2. Suami bagian mengantar dan menjemput Rafa, kecuali dalam kondisi tertentu, suami terpaksa tidak bisa, maka aku harus mengambil alih tugas ini;
  3. Memberi pengertian pada Rafa agar tidak tidur terlalu larut agar esok hari bisa bangun lebih pagi;
  4. Aku harus mengatur waktu untuk mencuci dan setrika. 2 aktivitas ini bisa dilakukan sepulang kerja, yaitu sore hari. Dibuat selang-seling. Bila hari ini mencuci, esok hari setrika;
  5. Menitipkan Rafa pada mertua atau ibuku sepulang dia sekolah. Ada wacana juga, kemungkinan tahun ajaran baru, dia diikutkan fullday school saja.


Sementara itu saja beberapa hal yang perlu kami diskusikan bersama. How about me and writing activity? No matter. I can do it in the early morning, or in my free time. 

With or without ‘the nanny’, life is must go on, right? Make it simple. Just it.



#onedayonepost
#nonfiksi
#pekanpertama



Catatan :
(*) Saya mau berhenti.

Post a Comment

42 Comments

  1. Mbaa, ini tak mudah ya. Aku pernah alami juga pas ART aku selama 6 tahun resign. Tapi hidup harus berlanut. Smoga menemukan yang terbaik ya mba. Tteap semangaat :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Life must go on mbak ^^ tetap semangat. Kita emak-emak setrong kan ^^

      Delete
  2. Semoga dimudahkan ya mba..pernah punya art sebentar tp udah kayak saudara..ini mba 6 tahun..waww..pasti sedih ngadepinnya

    ReplyDelete
  3. serasa keluar dari zona nyaman yaa mbaa? semangat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku sih lebih mikirin si kecil. Tapi so far, dia baik2 saja kok ^^

      Delete
  4. Semangat mbak Nov..

    Pasti bisa. Semuanya pasti bisa dilewati. Saya nggak pakai assisten rumahtangga.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wih, keren mbak Wid. Emak-emak setrong deh hehe

      Delete
  5. Semangat mbak. Insya Allah pasti bisa kok mbak. Bahkan mungkin jd lebih baik utk keluarga mbak. Kita kan nggak tau rencana Allah seperti apa. Yg pntg kita yakini aja ya mbak, rencana Allah adalah yg terbaik.

    ReplyDelete
  6. Cuma bisa membayangkan, karena selama ini full dirumah mengurus anak.
    awalnya pasti sulit tanpa ART, tapi jika sudah terbiasa pasti bisa apalagi Rafa sudah besar mbak

    ReplyDelete
  7. Awalnya mungkin terasa berat. Tapi lama-lama akan terbiasa kok... Semangat Mbak :)

    ReplyDelete
  8. Kondisi begini bikin shock dan kelabu memang. Aku juga pernah mengalaminya. Sedih, sedih melihat anak semata wayang harus beradaptasi lagi dengan orang lain yang mungkin akan membuatnya tidak nyaman.

    ReplyDelete
  9. AKu dan suami putuskan, tidak nyari asisten rumah tangga dulu. So far, semua oke saja kok. Aku jadi ngobatin kangen masak buat suami dan anak hehe. Memang agak lebih lelah, but it's ok. Anggap saja olahraga hehe

    ReplyDelete
  10. aku dn suami memutuskan gak pake ART soalnya ya gini gini hehehe ART jaman sekarang kok ya suka bikin ya begitulah haha... ambil hikmahnya aja mba tanpa ART semoga bisa berbagi peran sama suami biar lebih kompak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah, itu juga maksudku mbak. Suami biar mau 'gerak' sedikit. Sejak ngga ada ART dia jadi lebih pengertian. Hehe

      Delete
  11. Semangat mba Nov, jadi harus bekerjasama dengan suami dan ibu ya Mba. Anak jadi lebih dekat juga dengan simbahnya. Saya dulu juga kerja di luar jadi TKW memutuskan balik, setelah bekerja 6 tahun. Karena sudah rindu dan saatnya pensiun.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya mbak. Harus kerjasama dong. Kalau aku sendiri ya nggak sanggup lah hehe

      Delete
  12. aduuuh...gak enak banget yaa kalo ART yg sudah kerja dikita bertahun2 trus minta resign. secara sudah cocok dan gak perlu diajar lagi. tp bener sih...life must go on

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semua memang akan berakhir, termasuk kebersamaan dengan ART, mbak. Apapaun, hidup harus terus berjalan ya ^^

      Delete
  13. Pernah berada dalam situasi nggak ada ART, tapi gimana lagi. Kalau aku, yang pekerjaan rumah pilih yang urgent untuk dikerjaan. Juga bikin pembagian tugas dengan anak-anak. Semoga ada jalan ya mba. Semangat.

    ReplyDelete
    Replies
    1. So far semua bisa teratasi meski tidak ada ARt, mbak Nur. Kendala kalau aku dan suami harus sama-sama bertugas mulai jam 6 pagi. Seperti hari ini. Akhirnya, salah satu harus mengalah dan aku yang minta izin pada atasan datang agak telat karena harus mengurus kepentingan sekolah si kecil. Alhamdulillah lancar semua ^^

      Delete
  14. Semangat mbak, tanpa ART hidup kita tetap harus oke

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, dong. Dengan atau tanpa ART, hidup harus tetap berjalan ^^

      Delete
  15. Semangat terus mba, memang rasanya drama ART ada aja :)

    ReplyDelete
  16. Pastinya sedih banget ya, trus utk memulai tanpa ART kebingungan kan?
    Semangaaat...

    Alhamdulillah, aku tanpa ART masih bisa ke handle sendiri..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah, semua baik-baik saja sejauh ini. Terima kasih supportnya mbak Hanie ^^

      Delete
  17. Yang paling repot itu mengantar dan menjemput anak ya, Mbak. Tetap semangat ya, Mbak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tugas antar jemput anak alhamdulillah msh bs dihandle suami ^^

      Delete
  18. Kalo ada art yg baik minta resign gitu, kadang juga ada tetangga yg ikut merasa kehilangan..
    Semangat mbak....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mungkin kehilangan salah satu teman ngobrol ya mbak ^^

      Delete
  19. Fullday school bukannya melelahkan banget Mbak ya? Saya sempat lihat postingan entah siapa di Facebook gitu, anaknya langsung tidur selepas pulang sekolah fullday

    ReplyDelete
    Replies
    1. Msh rencana kok. Entah nanti jadi fullday school or enggak.

      Delete
  20. Enggak mudah emang apalagi yang udah cocok ya.
    Tapi pasti bisa sih ngerjain sendiri yang penting ada pembagian tugas di rumha trus ya mau gak mau standar kerapian diturunin dikit hehe

    ReplyDelete
  21. Gak mudah ya mbak, tapi akhirnya jadi perjuangan tersendiri. Akhirnya semua anggota keluarga dituntut untuk bias multitasking dan produktif. Selamat berjuang ya mbak dan keluarga!

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan komentar. Pastikan Anda mencantumkan nama dan url blog, agar saya bisa berkunjung balik ke blog Anda. Semoga silaturahmi kita terjalin indah ^^