Duh ... Judul postingan ini asli bikin saya bingung. Seperti (calon) judul cerita fiksi ya? Atau bukan? Entahlah ...
Jujur deh. Postingan ini gara-gara saya membaca salah satu update status seseorang di media sosial, yaitu facebook. Bukan status yang lagi viral tentang selebriti yang melepas jilbab, atau tentang postingan tim marketing salah satu brand jilbab, yang menyediakan jilbab gratis. Bukan tentang itu semua.
Tidak lain dan tidak bukan, karena sebuah update status seseorang, tentang curahan hati yang berisi kekecewaan terhadap sikap orang lain yang ditujukan padanya.
Memang sih ya, setiap orang punya hak pribadi untuk mengungkapkan perasaannya ketika menyikapi sesuatu, termasuk mengambil sikap dengan mencurahkan isi hati melalui tulisan di akun media sosial.
Oke. Itu memang hak semua orang.
Tapi hidup ini tidak melulu tentang diri sendiri kan?
Ada hak orang lain juga. Termasuk hak untuk merasa nyaman.
Postingan di akun media sosial bisa dibaca semua orang, kecuali bila pengaturannya dibuat untuk pribadi. Persepsi setiap orang dalam memahami tiap tulisan tidak sama. Ada yang cuek, ada yang baper, ada yang tidak suka, dan sebagainya.
Kebetulan postingan dari seseorang yang sempat saya baca, berisi tentang kekecewaannya pada sikap orang lain.
Postingan yang murni tentang curahan hati. Murni dari perasaan terdalam, tanpa peduli tata bahasa, tanpa peduli perasaan para pembaca, yang penting dia mengungkapkan apa yang dirasa. Selain itu, ada indikasi dia ingin memancing respon orang lain, terutama yang sedang 'bermasalah' dengannya.
Berhasilkah dia? Menurut saya, berhasil. Sebuah hal yang menurut saya tidak bisa dibanggakan bila untuk memancing pertikaian.
Apa sih manfaatnya sebuah tulisan yang berujung pada suatu hal yang merugikan? Kebanggaan pribadi? Bisa menunjukkan egoisme? Menebar kebencian? Atau yang lain?
Sungguh. Bukan suatu hal yang bisa dibanggakan. Menimbulkan kesalahpahaman, mungkin iya. Membuat orang lain tersinggung, bisa jadi. Menebar kebencian? Hmm... Semoga tidak terjadi.
Memang sih, semua orang berhak membuat tulisan dalam bentuk apapun. Bebas. Bisa cerita sehari-hari, puisi, cerpen bahkan curahan hati sekalipun, silakan saja. Tapi, kalau tulisannya seperti yang dibuat oleh orang yang saya kenal tadi, hingga menimbulkan respon kurang baik, lantas memicu perdebatan yang tak berujung, kok rasanya, gimana gitu ya. Saya jadi kurang sreg dengan sikapnya. Apa sih untungnya memperdebatkan sesuatu bila hanya menimbulkan keributan?
Well ... Saya hanya bisa berharap, agar kelak seseorang yang saya kenal tadi, dilain waktu bisa lebih bijak saat mengunggah sesuatu di media sosial, dan tidak menimbulkan kesalahpahaman dengan orang lain.
Kalaupun ada permasalahan, menurut saya sih, diselesaikan secara person to person, heart to heart. Lebih terjaga privasi kita. Lebih aman dari hal-hal yang tak diinginkan. Itu menurut saya.
Setiap apapun yang kita lakukan, pasti akan diminta pertanggungjawaban, kelak di akhirat. Termasuk aktivitas menulis. Melalui media apapun, goresan pena yang tertinggal, akan menjadi tanggungjawab kita.
Mari kita lebih bijak dalam bermedia sosial. Lebih memaknai hidup dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat, bagi diri sendiri maupun orang lain.
Demikian.
Duh ... Judul postingan ini asli bikin saya bingung. Seperti (calon) judul cerita fiksi ya? Atau bukan? Entahlah ...
Jujur deh. Postingan ini gara-gara saya membaca salah satu update status seseorang di media sosial, yaitu facebook. Bukan status yang lagi viral tentang selebriti yang melepas jilbab, atau tentang postingan tim marketing salah satu brand jilbab, yang menyediakan jilbab gratis. Bukan tentang itu semua.
Tidak lain dan tidak bukan, karena sebuah update status seseorang, tentang curahan hati yang berisi kekecewaan terhadap sikap orang lain yang ditujukan padanya.
Memang sih ya, setiap orang punya hak pribadi untuk mengungkapkan perasaannya ketika menyikapi sesuatu, termasuk mengambil sikap dengan mencurahkan isi hati melalui tulisan di akun media sosial.
Oke. Itu memang hak semua orang.
Tapi hidup ini tidak melulu tentang diri sendiri kan?
Ada hak orang lain juga. Termasuk hak untuk merasa nyaman.
Postingan di akun media sosial bisa dibaca semua orang, kecuali bila pengaturannya dibuat untuk pribadi. Persepsi setiap orang dalam memahami tiap tulisan tidak sama. Ada yang cuek, ada yang baper, ada yang tidak suka, dan sebagainya.
Kebetulan postingan dari seseorang yang sempat saya baca, berisi tentang kekecewaannya pada sikap orang lain.
Postingan yang murni tentang curahan hati. Murni dari perasaan terdalam, tanpa peduli tata bahasa, tanpa peduli perasaan para pembaca, yang penting dia mengungkapkan apa yang dirasa. Selain itu, ada indikasi dia ingin memancing respon orang lain, terutama yang sedang 'bermasalah' dengannya.
Berhasilkah dia? Menurut saya, berhasil. Sebuah hal yang menurut saya tidak bisa dibanggakan bila untuk memancing pertikaian.
Apa sih manfaatnya sebuah tulisan yang berujung pada suatu hal yang merugikan? Kebanggaan pribadi? Bisa menunjukkan egoisme? Menebar kebencian? Atau yang lain?
Sungguh. Bukan suatu hal yang bisa dibanggakan. Menimbulkan kesalahpahaman, mungkin iya. Membuat orang lain tersinggung, bisa jadi. Menebar kebencian? Hmm... Semoga tidak terjadi.
Memang sih, semua orang berhak membuat tulisan dalam bentuk apapun. Bebas. Bisa cerita sehari-hari, puisi, cerpen bahkan curahan hati sekalipun, silakan saja. Tapi, kalau tulisannya seperti yang dibuat oleh orang yang saya kenal tadi, hingga menimbulkan respon kurang baik, lantas memicu perdebatan yang tak berujung, kok rasanya, gimana gitu ya. Saya jadi kurang sreg dengan sikapnya. Apa sih untungnya memperdebatkan sesuatu bila hanya menimbulkan keributan?
Well ... Saya hanya bisa berharap, agar kelak seseorang yang saya kenal tadi, dilain waktu bisa lebih bijak saat mengunggah sesuatu di media sosial, dan tidak menimbulkan kesalahpahaman dengan orang lain.
Kalaupun ada permasalahan, menurut saya sih, diselesaikan secara person to person, heart to heart. Lebih terjaga privasi kita. Lebih aman dari hal-hal yang tak diinginkan. Itu menurut saya.
Setiap apapun yang kita lakukan, pasti akan diminta pertanggungjawaban, kelak di akhirat. Termasuk aktivitas menulis. Melalui media apapun, goresan pena yang tertinggal, akan menjadi tanggungjawab kita.
Mari kita lebih bijak dalam bermedia sosial. Lebih memaknai hidup dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat, bagi diri sendiri maupun orang lain.
Demikian.
0 Comments
Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan komentar. Pastikan Anda mencantumkan nama dan url blog, agar saya bisa berkunjung balik ke blog Anda. Semoga silaturahmi kita terjalin indah ^^