Kemarin, seseorang menghampiri saya, lantas mengucapkan sesuatu.
“Aku minta maaf ya, bila selama ini banyak berbuat salah padamu, sering menggoda. Sungguh tidak ada maksud apapun, hanya sekadar bercanda saja. Maafkan aku, ya,” begitu katanya panjang lebar.
Sungguh diri ini bingung, tidak tahu maksud dari teman tersebut. Melihat wajah kebingungan dengan mulut sedikit terbuka, pertanda bahwa saya masih belum memahami maksud dari perkataan yang disampaikan, akhirnya teman tersebut menjelaskan.
“Kamu pasti bingung, kok tiba-tiba saya minta maaf, kan? Jadi begini, aku tinggal beberapa hari di sini (bekerja, maksudnya). Terhitung mulai bulan depan, sudah memasuki purna tugas. Itulah sebabnya, saat bertemu teman-teman, kusampaikan maaf, bila selama ini aku berbuat kekhilafan pada kalian. Tolong dimaafkan, ya,” pintanya.
“
Oalah, njenengan (1) mau pensiun
to? Kirain tadi ada apa, kok tiba-tiba minta maaf. Iya, saya juga minta maaf bila selama ini ada salah-salah kata yang tidak sengaja, baik lisan maupun sikap,” jawab saya.
“Selamat
njih (2), sudah mau ‘lulus’,” sambung saya sambil tersenyum. Teman tersebut juga tertawa. Raut mukanya terlihat bahagia. Saya senang melihatnya.
Lantas beliau bercerita, bahwa sudah bekerja lebih dari tigapuluh tahun. Banyak suka dan duka yang dialami. Merasa bersyukur bisa bekerja dengan baik selama ini, hingga memasuki purna tugas yang tinggal beberapa hari lagi. Selain itu, juga merasa senang, masih diberi kesempatan bertemu dengan teman-teman dilain bidang, untuk sekadar mengucapkan salam perpisahan dan permintaan maaf, bila selama ini dalam berteman, ada sikap dan perkataan yang tidak menyenangkan.
Saya terharu dengan sikap beliau. Justru yang lebih tua
#eh, berusia jauh di atas saya, yang lebih dahulu mengucapkan maaf. Sikap yang patut ditiru.
Beliau tentu tidak semata-mata melakukannya. Murni datang dari hatinya yang terdalam, serta keikhlasan. Tidak semua orang mempunyai jiwa ksatria untuk sekadar meminta maaf, atas setiap kesalahan yang pernah dilakukan.
Melakukan permintaan maaf bukan hanya dari yang muda ke yang lebih tua. Semua orang seharusnya melakukannya bila memang melakukan kesalahan. Bukankah, begitu?
Catatan :
(1)
Njenengan (dari kata
panjenengan, artinya Anda dalam bahasa Jawa)
(2)
Njih = iya (Jawa)
14 Comments
Siip Mbak Nova. Cerita ringan tentang orang-orang di sekitarnya, tapi mampu memberikan pesan moral yang mendalam.
ReplyDeleteTerus Semangat dan Sukses Mbak Nova..
Terimakasih untuk supportnya, Pak Parto. Semoga diantara tulisan saya ada yang bermanfaat. Aamiin :)
DeleteItu dia Mba, kadang masih banyak orang berpikir meminta maaf itu hanya berlaku dari yang junior ke senior saja. Padahal kan kita manusia ya, tentu pernah melakukan salah baik junior maupun senior.
ReplyDeleteSiapapun yang berbuat salah memang seharusnya minta maaf ya, mbak :)
Deletehemm, meminta maaf itu, tidak membuat kita rendah, walau kita memang salah dan mengakui memang salah kita .
ReplyDeleteBerani meminta maaf menunjukkan jiwa yang ksatria :)
DeleteKeren mbak, bisa menuliskan setiap penggal kehidupan dengan bahasa yang ringan dan enak dibaca... Jempol dah...
ReplyDeleteSemoga menjadi suntikan semangat buat saya untuk menulis dengan lebih baik lagi.
DeleteTerimakasih supportnya, Bang :)
Suka sama tulisannya. Meminta maaf itu keren kok. Kadang aku sering minta maaf sama anak.
ReplyDeleteSiapapun seharusnya memang minta maaf bila berbuat salah ya, mbak Lis :)
DeleteKeren mbak nova... Selalu rajin
ReplyDeleteTerimakasih mbak Rahayu. Semoga menjadi penyemangatku untuk tetap berkarya dan menulis lebih baik lagi :)
DeleteMasya Allah...
ReplyDeleteAlhamdulillah: )
DeleteTerima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan komentar. Pastikan Anda mencantumkan nama dan url blog, agar saya bisa berkunjung balik ke blog Anda. Semoga silaturahmi kita terjalin indah ^^