Judul postingan kali ini semoga tidak membuat siapapun jadi baper. Maafkanlah saya yang sedang tidak berhasil membuat judul yang menarik. Apakah selama ini saya sudah bisa membuat judul yang menarik? Entahlah. Sepertinya belum berhasil juga. Ini sebenarnya mau cerita tentang apa sih? >.<
Jadi ceritanya begini. Hari minggu kemarin, saya berencana ingin nyenengin badan. Pingin tidur. Sebab beberapa hari, istirahat saya terasa berkurang sekali. Saya sulit memejamkan mata karena batuk yang tiada kunjung mereda. Sudah berobat ke dokter, sudah pijat badan (barangkali karena kecapekan), sudah berusaha istirahat yang cukup, selalu minum air hangat dan mengonsumsi permen hisap khusus batuk. Namun seolah semua terasa sia-sia. Segala upaya untuk meredakan batuk sama sekali tiada hasil.
Tapi etapi, pas jam mau berangkat, lha kok si kecil melancarkan aksi mogok tidak mau ikut pergi. Dibujuk dengan cara apapun jawabannya tetap tidak mau. Dramapun dimulai.
Nangis deh dia. Dibujukkpun tidak mau. Alasannya : ingin menemani Bunda di rumah. Oh … so sweet. Hehehe.
Baiklah. Kalau anak sudah tidak mau dan keukeuh dengan keputusannya, ya sudah. Sayapun tidak mau drama berlarut-larut. Sudah cukup dengan batuk yang menyiksa ini dan kepala yang sudah cenut-cenut.
Akhirnya, saya pun berdua dengan si kecil. Apakah masih ada drama lagi? Tidak seperti dugaan saya. Memang kadang dia rewel. Tapi dia tahu, saya sedang sakit. Si kecil sedikit belajar tepo sliro. Syukurlah. Diapun asik dengan mainannya. Saya sedikit agak lega, meskipun masih tersiksa dengan batuk dan sakit kepala yang seolah ikut betah di tubuh.
Tetapi, hari itu saya juga jadi belajar beberapa hal.
Pertama, belajar melepaskan keegoan saya. Dari awal sudah kurang benar niatnya. Ingin bebas. Ingin istirahat total, seolah saya kok kerjanya berat banget, padahal sebenarnya tidak. Saya juga merasa jengkel dengan batuk yang tidak kunjung reda. Toh, sakit kan juga nikmat. Di sini kesabaran seseorang juga diuji. Ternyata saya belum bisa menjadi orang yang sabar. Masih sering mengeluh. Hiks.
Ketiga yaitu tentang mengikhlaskan. Satu kata ini, memang ya, bila tidak benar-benar diniatkan, rasanya beraattt, banget. Contohnya ya saya ini. Awalnya berpikir, wah, ntar weekend bisa leha-leha. Pingin tidur seharian juga tidak ada yang melarang. Eh, rencana tinggal rencana. Ya sudah, dijalani saja. Tidak usah mengeluh. Ikhlasin aja deh. Dan terbukti, tidak semua hal yang saya khawatirkan terjadi.
Saya tetap bisa beristirahat disela menemani si kecil. Malah sempat blogwalking segala, hahaha. Masih tetap batuk-batuk. Yang penting tetap ikhtiar minum obat. Tetap berusaha berpikir positif. Dah. Gitu aja kok repot.
Jangan lupa bahagia ya.
13 Comments
Selalu belajar bahagia
ReplyDeleteIya mbak Wid. Harus terus belajar untuk menciptakan bahagia, dan itu kita sendiri yang menciptakan, bukan orang lain
Deleteuntung saya sudah merelakan sekarang
ReplyDeleteAlhamdulillah ya mas Ian :)
Delete*padahal nggak ngerti melepaskan apa
Kalau berbicara tentang melepaskan, jadi inget kuliah vibrasi dengan kang arif RH.hehehehe
ReplyDeleteKuliah tentang apa, itu mas Arif?
DeleteBy the way, terimakasih sudah mampir :)
Alhamdulillahh..
ReplyDeleteAlhamdulillah ya Dek :)
DeleteAlhamdulillah saya juga sudah ikhlas merelakan. Terima kasih mbak Nova
ReplyDeleteTerimakasih juga mbak Rika :)
DeleteSyafakillah mba 😅😅
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
DeleteAamiin. Terimakasih mbak Karhien :)
DeleteTerima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan komentar. Pastikan Anda mencantumkan nama dan url blog, agar saya bisa berkunjung balik ke blog Anda. Semoga silaturahmi kita terjalin indah ^^