Sebuah inbox mampir ke gawai saya, di suatu hari. Dari seseorang. Saya belum mengenalnya. Inti dari isi inbox tersebut seperti ini :
“Perkenalkan, saya X. Langsung saja ya, mbak. Kami menawarkan kerjasama dalam bentuk penulisan artikel. Untuk setiap artikel yang ditulis sebanyak 300 kata, kami akan memberikan
fee sejumlah lima ribu rupiah. Bagaimana, mbak?”
‘
Whattt? 300 kata cuma dapat lima ribu? Apa-apaan ini?’ begitu pikir saya.
Cenut-cenut deh. Murah amat ya? Meskipun masih kaget dan bertanya-tanya, sayapun menjawab inbox tersebut.
“Saya pikir-pikir dulu ya, mbak. Jawabannya akan sesegera mungkin saya berikan,” begitu jawaban yang saya berikan.
“Ditunggu ya mbak, kepastian jawabannya hari ini. Bila mbak tidak berkenan, nanti segera kami alihkan penawarannya pada orang lain,” jawabnya.
“Oke,” singkat jawaban dari saya.
Hmm … benak jadi berpikir tentang
inbox dari seseorang yang tentu saja masih begitu asing bagi saya. Tentu saja yang terpikir adalah tentang
fee yang didapat ketika saya bersedia menulis untuk artikel sejumlah 300 kata.
Berbagai pertanyaan muncul memenuhi pikiran. Kok murah banget ya? Apakah memang hanya
segitu harga yang pantas untuk seorang penulis? Apakah pihak yang menawarkan itu tidak tahu atau memang tidak peduli, bahwa menulis itu juga harus menggunakan otak dan perasaan juga? Okelah, mungkin ada penulis yang sukanya asal
copas dari tulisan orang lain, tinggal klik-klik saja, beres. Tapi masih banyak
lho, penulis yang tulisannya memang murni buah dari pikirannya sendiri.
Menulis sebanyak 300 kata itu kurang lebih bisa 2 halaman,
lho. Apalagi menulis artikel yang terkadang memerlukan riset dan data, jadi tidak asal menulis saja. Data pendukung didapat darimana? Bisa dari hasil
browsing di internet, pengalaman pribadi atau pengalaman orang lain, atau dari buku yang dibaca.
Lha kalau dari
browsing, mungkin perlu ke warnet, perlu beli paketan (perlu biaya), walaupun bisa juga
sih pakai wifi gratisan (tetapi kan perlu cari lokasi yang pas, juga). Nah, kan. Tetap harus ada pengorbanan dari penulis. Saya jadi ingin mengajukan pertanyaan
deh ke pihak yang menawarkan tadi : situ waras? *
makin geregetan dan ingin garuk-garuk tembok.
Meskipun hati nurani mengatakan untuk menolak saja tawaran tersebut, tapi saya ingin mendapatkan saran dan pendapat dari beberapa teman penulis. Hasilnya semua menyarankan agar saya tidak menerima tawaran tersebut. Bahkan ada masukan dari seorang
blogger senior (kebetulan saya menjadi salah satu anggota komunitas yang diasuhnya), agar jangan ‘melacurkan’ intelektual kita sebagai penulis. Menjadi penulis itu, lebih baik tidak dibayar asalkan ada kepuasan batin.
Sharing is caring.
Nah, itu! Kepuasan batin. Bagi seorang penulis, lebih baik tetap menulis, asalkan batinnya puas, daripada menulis tapi dibayar nggak pantas. Udah merasa nggak
happy, tertekan pula.
Ngenes kuadrat, deh!
Eh … tetapi ini murni pendapat saya, lho. Kalau ada yang hepi dengan bayaran segitu, ya monggo saja.
Well, akhirnya saya putuskan untuk menolak tawaran kerjasama tersebut. Tentu dengan kalimat yang sopan dan tidak menyinggung. Ya, siapa tahu dia akan menawarkan lagi kerjasama dengan harga yang lebih pantas, kan?
Menghargai karya orang lain tentu akan lebih baik, termasuk juga karya para penulis. Hargailah pengorbanan para penulis, termasuk juga memberikan
fee yang pantas atas jerih payah mereka. Meskipun sebenarnya, banyak penulis yang tidak hanya mengejar materi saja, tetapi cukup senang bila karyanya ada yang membaca. Percaya, deh!
*postingan ini murni curhatan saya, sebagai orang yang pernah mendapatkan tawaran untuk menulis, sejumlah 300 kata dengan fee sebanyak lima ribu rupiah.
15 Comments
wkwkw 5000 rupiah...dia ambil untung berapa?
ReplyDeleteNggak tahu, mas. Tidak menanyakan :(
Delete5000, alhamdulilah ada yang nawar segitu. bisa dapat pempek lima mbak. semoga ada rezeki yang mungkin lebih dari yang sudah lewat ya mbak.
ReplyDeletemungkin saya juga akan seperti mbak menolak. tidak menapik sih. sakit kalau dihargai seperti itu, mbak nggak nawar gitu sebelum menolak :)
Sudah kutanya, apa tkuak bisa dinaikkan lagi, jawabannya ya harga itu dari perusahaan.
Delete*diem deh aku :(
siapa mbak yang nawarin segitu?? coba bilang #sogalak...
ReplyDeleteAda deh mas Ian. Udah diputuskan menolak, ya udah.
Delete*jangan galak hahaha
Wah baru tahu mbak. Hihi terima kasih artikelnya
ReplyDeleteSemoga jadi pembelajaran buat kita :)
Deletekalo sy dpt email seperti itu, jelas laaah sy tolak jg.. baru tahu ada org yg nawarin kayak gitu
ReplyDeleteHal seperti ini sering terjadi kok. Kita harus bijak menyikapi :)
DeleteHai mbak Nova. Dia sungguh terlalu 😣 Dia benar-benar ngga paham kalau penulis itu mahal ongkirnya. Alias ongkos mikir😂 (pinjam istilah temenku) hehe
ReplyDeleteItulah mbak Nining. Disitu aku merasa sedih. Kok kebangetan ya mereka. Hiks :(
DeleteSeperti rhoma bilang : Ter La Lu.. belum tersentuh budaya literasi sekaligus teramat paham prinsip ekonomi kapitalis : hasil sebanyak mungkin dengan biaya serendah mungkin (gitu kali ya..) Tetap semangat ya mbak..
ReplyDeleteSeperti rhoma bilang : Ter La Lu.. belum tersentuh budaya literasi sekaligus teramat paham prinsip ekonomi kapitalis : hasil sebanyak mungkin dengan biaya serendah mungkin (gitu kali ya..) Tetap semangat ya mbak..
ReplyDeletehuuaaa...
ReplyDeletejahat banget kasih harga segitu. kita nulis satu kata aja butuh energi berapa kalori yang artinya harus makan sesuatu supaya kalori itu kembali, untuk makan harus beli. untuk beli pake uang 5000 sekarang dapat apa :( *ngedumel
mending disedekahin aja tulisannya, hihi
Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan komentar. Pastikan Anda mencantumkan nama dan url blog, agar saya bisa berkunjung balik ke blog Anda. Semoga silaturahmi kita terjalin indah ^^