Tetap Berprasangka Baik pada Allah






Kehidupan ini bagaikan perputaran roda. Terkadang ada di bawah, terkadang juga berada di atas. Semua insan tak dapat mengelak dari keadaan tersebut. Suatu ketika Allah memberikan kesempatan kita berada dalam keadaan ‘di atas’, tetapi pernah juga berada ‘di bawah’. Sesekali dilimpahi kesenangan, lain kali dihimpit kesusahan.

Rotasi kehidupan seperti itu juga dialami seseorang, sebut saja Fulan. Sewaktu si Fulan ini masih kecil, kehidupannya bersama kedua orangtuanya dilimpahi harta, tak kurang suatu apapun. Kedua orangtuanya bisa naik haji, bahkan setiap tahun bisa membagikan zakat atas laba dari perdagangan yang dijalankan.

Namun hal tersebut tidak berlangsung lama. Keadaan berubah haluan setelah Fulan dan adiknya lulus dari SMU dan ingin melanjutkan ke bangku kuliah. Saat itu sang ayah tengah sakit yang teramat parah, sehingga keuangan keluarga lebih banyak dipergunakan untuk pengobatan sang ayah. Hal ini menyebabkan keadaan keuangan keluarga menjadi terkoyak. Keinginan dan cita-cita Fulan dan sang adik untuk mengenyam bangku kuliah menjadi terhambat.

Untunglah sang ibu adalah sosok perempuan tegar. Beliaupun menggantikan posisi sang ayah untuk menjalankan bisnis yang terbengkalai. Namun keadaan ekonomi keluarga masih saja belum membaik. Keluarga Fulan pun tak bisa menghindar dari belitan hutang.

Fulan tidak bisa berbuat apa-apa. Fulan berusaha meringankan beban kedua orangtua dengan bekerja serabutan, asalkan halal. Meski sudah berusaha semampunya, tetapi keadaan tidak jauh berubah. Lantas terbersit tanya dalam hati Fulan : kenapa keluarganya berubah drastis menjadi jatuh miskin?

Bahkan salah satu hal yang sangat mengusik dirinya adalah, pada saat menjelang lebaran, ini sudah ketiga kalinya hatinya merasa sangat pilu. Dia yang dulu selalu membantu kedua orangtuanya membagi zakat, sekarang ini keadaan justru berbalik. Ia melihat orangtuanya didatangi para tetangga yang datang untuk memberikan zakat mereka, karena keluarganya sekarang dianggap miskin. Hati Fulan merasa tercabik, tidak tega melihat kedua orangtuanya memperoleh zakat.

Fulan mendatangi seorang kyai yang tinggal di sekitar rumahnya, lantas menanyakan suatu hal.
“Apa Allah tidak suka dengan keluargaku hingga keadaan kami berubah total menjadi miskin seperti ini, Pak Kyai?” tanya Fulan.
Pak Kyai yang mendengar cerita Fulan mengelus dada, lantas berpesan padanya, “Jangan engkau berprasangka buruk pada Allah. Ingatlah, bahwa Allah menguji seorang hamba dalam keadaan susah, bukan berarti Allah membencinya. Justru dengan ujian itu, Allah menunjukkan sayangNya pada keluargamu.”
“Apa maksudnya itu, Pak Kyai?” Fulan bertanya lagi.
“Yakinlah bahwa setelah keluargamu lulus menjalani ujian ini, Allah akan menaikkan derajat keluargamu ke tingkat yang lebih tinggi. Jadi, tetaplah berprasngka baik pada Allah! Dibalik ujian dan cobaan yang menimpa keluargamu, Allah telah menyiapkan sesuatu yang indah yang tidak akan kau sangka. Dan harus kau ingat, bahwa allah tidak akan menguji diluar batas kemampuan hambaNya …”

Setelah mendengar nasehat dan petuah dari Pak Kyai, Fulan merasa lega. Hatinya menjadi lapang, pikirannya juga terbuka. Pulanglah dia dengan memendam prasangka baik pada Allah. Dia tidak memandang ujian dan cobaan sebagai bentuk murka Allah, melainkan sebagai bentuk kasih sayang Allah pada hambaNya.




Post a Comment

0 Comments