Kaya itu bukanlah diukur dengan banyaknya harta,
tapi kaya itu adalah kaya hati
(HR. Bukhari)
Berita mengenai sepasang suami istri pemilik salah satu biro perjalanan haji, yang telah menyalahgunakan amanah dari para peserta yang ingin menunaikan salah satu rukun Islam dengan mendaftar melalui biro tersebut, membuat hati menjadi miris dan turut menyesalkan sikap mereka. Betapa harta telah membutakan hati. Betapa hasrat pada dunia telah membuat hati mereka tertutup dan membuat kerugian pada banyak orang.
Orang-orang seperti ini telah lupa bahwa sebenarnya harta yang mereka anggap akan memberikan segalanya, ternyata telah menyesatkan. Mereka lupa bahwa sesungguhnya nikmat yang paling agung yang diberikan Allah pada kita, agar kita tetap menjadi orang yang takwa, sebenarnya adalah kekayaan jiwa.
Banyak orang yang diberikan berbagai macam kekayaan tetapi kekayaan-kekayaan tersebut ternyata tidak bermanfaat baginya. Mereka selalui dihantui kemiskinan karena selalu merasa kekurangan. Ambisinya begitu besar untuk meraih dunia, sementara lupa menyiapkan diri untuk kembali pulang ke kampung akhirat yang kekal dan abadi.
Mereka telah lupa bahwa Allah telah memberikan banyak kenikmatan yang tidak hanya dalam bentuk harta.
Orang-orang yang beranggapan bahwa kekayaan harta akan membahagiakan, sekaligus ingin dianggap sebagai orang berpunya agar bisa menunjukkan jati diri, sesungguhnya mereka justru orang-orang yang miskin. Begitu banyaknya keinginan akan dunia, ingin dianggap bisa menjalani kehidupan yang glamor, menghalalkan segala cara untuk memenuhi ambisi, justru sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu serba kekurangan. Mereka tidak akan pernah puas dengan apa yang telah Allah anugerahkan.
Adapun orang-orang yang memiliki kekayaan jiwa, maka hidupnya akan lapang dada, rida dengan pemberian Allah, jiwanya terbebas dari keserakahan dan kerakusan. Mereka akan mendapatkan ketentraman jiwa, keagungan, kemuliaan dan kebersihan hati.
Apabila banyaknya harta tetapi tetap merasa kekurangan tanpa pernah merasa cukup, maka kehidupan ini seolah tidak akan memberikan kenikmatan apapun. Harta seolah menjadi tuhan baru yang setiap waktu menjadi pikiran kita.
Kita tentu mengenal Nabi Sulaiman. Coba kita perhatikan kehidupan beliau. Dia manusia terkaya sepanjang sejarah. Kekayaannya sangat luar biasa. Tetapi semua itu tak lantas membuat beliau lalai, justru semakin bersyukur pada Allah. Beliau berkata, “Ya Allah, anugerahkanlah kepadaku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orangtuaku, dan agar aku mengerjakan kebajikan yang Engkau ridai. Dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh” (QS. An-Naml : 19)
Sesungguhnya, orang-orang yang selalu merasa serba kekurangan padahal nikmat Allah terus mengalir padanya tanpa henti dan tidak disyukuri olehnya, maka orang seperti inilah termasuk golongan yang kufur nikmat dan miskin. Orang-orang seperti ini, meskipun hartanya telah banyak melimpah, namun tetap saja merasa susah dan hidupnya tidak pernah bahagia.
Sementara itu, orang-orang yang puas dengan semua pemberian Allah, tidak rakus, tidak serakah dan selalu bersyukur, merekalah sesungguhnya orang yang kaya. Harta yang didapat, meskipun tidak banyak, tetapi terasa melimpah karena penuh berkah. Hidup yang dijalani tidak untuk mengejar dunia. Misi hidupnya adalah, dalam bekerja untuk menebar kebaikan. Dan hal inilah yang membuat mereka bahagia.
Semoga bermafaat.
0 Comments
Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan komentar. Pastikan Anda mencantumkan nama dan url blog, agar saya bisa berkunjung balik ke blog Anda. Semoga silaturahmi kita terjalin indah ^^