![]() |
sumber foto : google |
Mempunyai
keinginan dan harapan itu sudah fitrahnya manusia. Namun terkadang kita
mempunyai keinginan tetapi tidak melihat kondisi diri sendiri. Maksud saya,
apabila terwujud apa yang kita harapkan, bisakah nanti kita menjaga dan
bertanggungjawab akan hal tersebut?
Sedikit saya berbagi cerita kali ini.
Jadi ceritanya, di tempat tinggal saya, rutin diadakan
pertemuan lingkungan atau istilahnya arisan, yang dihadiri oleh ibu-ibu yang
berminat untuk bergabung dan menjadi anggota dalam perkumpulan itu. Kenapa saya
sebut berminat? Karena pada kenyataannya, tidak semua ibu yang menjadi warga di
lingkungan kami berminat untuk bergabung. Entahlah. Mungkin memang tidak
berminat atau memang kurang suka srawung
(bergaul dalam bahasa Jawa). Ya, itu hak dia kan? Kita tidak boleh memaksa.
Dalam setiap pertemuan, selain ada arisan dengan besaran
yang tidak seberapa, hanya 10 ribu rupiah untuk ‘ikut’ satu ‘kocokan, per
orang, juga ada tabungan dan simpan pinjam. Untuk tabungan, jumlah minimal uang
yang ditabung tidak dibatasi. Ada yang menabung 5 ribu rupiah setiap bulan
bahkan ada yang hingga ratusan ribu rupiah.
Dari tabungan-tabungan tersebut, lantas disepakati bersama
oleh para anggota untuk bisa dipinjamkan bagi yang membutuhkan, dengan jumlah
dan jangka waktu pengembalian yang telah disepakati antara peminjam dan
bendahara simpan pinjam.
Tentu tidak akan menjadi suatu masalah bila proses simpan
dan pinjam ini berjalan dengan lancar. Namun pada kenyataanya, tidak seperti
itu. Terjadi beberapa permasalahan dalam hal ini. Misalnya, ada saja anggota
yang sedikit ‘nakal’ dengan tidak mengembalikan pinjaman pada waktunya. Ada
juga yang belum melunasi tetapi memaksa untuk menambah pinjaman.
Permasalahannya adalah, ketika uang yang disimpan oleh
anggota yang lain dan seharusnya diterimakan menjelang lebaran, belum bisa
dibagi karena beberapa anggota yang meminjam, belum menunaikan kewajiban untuk
mengembalikan. Tentu hal ini menimbulkan keresahan bagi anggota yang lain,
mengingat saat menjelang lebaran, tentu banyak yang ingin membelanjakan uang
tabungan untuk berbagai keperluan. Sementara anggota yang meminjam, selalu saja
mengelak dan seolah ingin lepas dari kewajibannya untuk melunasi pinjaman. Hal
yang menjengkelkan, bukan?
Nah, disinilah letak sebuah tanggungjawab. Ketika
memutuskan untuk meminjam, tentu anggota memahami bahwa ada kewajiban untuk
mengembalikan, sebab uang yang dipinjam milik anggota-anggota yang lain. Meminjam berarti berani bertanggungjawab, bisa
menjaga amanah dan mengetahui hak anggota yang lain dan tentu harus bisa
menunaikan kewajiban untuk mengembalikan.
Namun hal ini seringkali tidak disadari oleh anggota yang
meminjam. Bahkan kerap terjadi, melakukan pinjaman dengan jumlah nominal jauh
lebih besar dari jumlah uang yang ditabungnya. Selain itu, ada sikap kurang
menyadari kemampuan diri, dengan kata lain kemampuan finansial, apakah sanggup
memgembalikan pinjaman tepat waktu atau tidak. Tidak menyadari bahwa sikap
tersebut sangat merugikan banyak orang.
Lebih menyedihkan lagi apabila melakukan pinjaman hanya
untuk menuruti ego. Misalnya, hanya untuk membeli telepon pintar keluaran
terbaru. Padahal benda itu bukan kebutuhan primer. Lain halnya bila untuk
kebutuhan pokok atau untuk kebutuhan anak sekolah. Begitulah yang kerap terjadi.
Seringkali memaksakan diri dan tidak bisa mengukur batas kemampuan, lantas abai
akan tanggungjawab.
Hidup bermasyarakat, tentu harus bisa menghormati
norma-norma yang telah berlaku di dalamnya, tak terkecuali hal yang menyangkut
kepentingan banyak orang. Menunaikan kewajiban sebagai anggota masyarakat
merupakan salah satu cara untuk belajar bertanggungjawab pada diri sendiri.
Semoga kita terhindar dari sifat-sifat yang merugikan
orang lain dan bisa menjadi insan yang berguna. Aamiin.
Nova
DW
Nganjuk,
17 Juni 2017
#PengingatDiri
#Inspirasi
6 Comments
Kalau di dasawisma tempatku, ada arisan dan simpan pinjam. batas pelunasan pinjaman adalah menjelang hari raya. Hukumnya wajib. Bendaharanya rajin menagih, mba.
ReplyDeleteYang ditagih masih ngelak, mbak Nur. Bendahara juga rajin nagih kok :) semoga yang ditagih segera menyadari kewajibannya :)
Deletenah iya... susah ya mba kalau tak bisa mengendalikan antara need dan want. Apalagi sekarang semua serba kelihatah mdah. Setuju semoga makin banyak orang yang bertanggung jawab pada diri dan lingkungan dan org2 sekitar ya..
DeleteItulah mbak Ira. Terkadang kita memang tidak bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan :)
Deleteiya mbak saya sepakat banget
ReplyDeleteorang sekarang mudah sekali berhutang dan mudah melupakan kewajibannya
:(
Wah, bikin kesel banget tuh orang semacam tuh. Tapi memang sering banget terjadi, suruh bayar utang, nanti nanti dan nanti
ReplyDeleteTerima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan komentar. Pastikan Anda mencantumkan nama dan url blog, agar saya bisa berkunjung balik ke blog Anda. Semoga silaturahmi kita terjalin indah ^^