Miris
sekali melihat tayangan berita di televisi maupun membaca di portal akun media
sosial, tentang sikap para pelajar saat kelulusan SMA. Mereka menyikapi
kelulusan dengan melakukan hal-hal yang tidak seharusnya. Perbuatan yang tidak
mencerminkan sikap pelajar yang baik. Kejadian yang terus berulang setiap tahun
dan sungguh memprihatinkan.
.
Kelulusan
SMA seolah menjadi ajang untuk hura-hura dan bersenang-senang secara
berlebihan. Banyak yang beranggapan bahwa lulus SMA adalah selesai menempuh
pendidikan formal, tidak perlu lagi mencari ilmu. Lulus SMA berarti lulus juga
(baca : berhenti) jenjang pendidikan yang harus ditempuh. Tentu saja ini adalah
anggapan yang salah besar. .
.
Namun
pendapat bahwa hal itu tidak benar, tentu ditepis sebagian dari mereka yang
menyikapi dengan melakukan perbuatan yang tidak mencerminkan sikap seorang
pelajar. Beberapa diantara mereka melakukan konvoi beramai-ramai tanpa
mengindahkan keselamatan. Seolah bangga ketika bisa melakukan aksi tersebut
tanpa mengenakan helm sambil meneriakkan yel-yel serta membunyikan klakson berkali-kali,
dengan suara yang memekakkan telinga. Bahkan ada juga yang berboncengan melebihi
batas ketentuan berkendara. Padahal banyak diantara mereka yang tidak memiliki
Surat Izin Mengemudi (SIM) atau tidak membawa kelengkapan kendaraan (STNK).
.
Belum
lagi yang beranggapan bahwa kelulusan belum bisa dirayakan apabila seragam SMA
tidak ada coretannya, sebab setelah lulus SMA, menganggap bahwa baju itu sudah
tidak digunakan lagi. Akhirnya banyak diantara para pelajar tersebut
menunjukkan kebanggaan ketika seragamnya penuh dengan coretan dari
teman-temannya, dengan menggunakan spidol, ataupun cat warna. Kebanggaan semu
yang hanya sesaat dan tidak ada manfaatnya.
.
Namun
yang lebih memprihatinkan adalah saat para pelajar tersebut ada yang berbuat
anarkis dan mengarah ke tindak kejahatan. Beberapa diantaranya membawa senjata
tajam. Entah untuk gagah-gagahan atau mungkin untuk menghalau siapapun yang
menghalangi aksi mereka. Dengan membawa senjata tajam, mereka ingin dianggap
sebagai orang yang kuat. Merasa bahwa dengan melakukan hal ini akan timbul
kebanggaan dan percaya diri berlebih.
.
Perbuatan
mereka yang tidak mencerminkan sikap seorang pelajar tersebut, menandakan bahwa
mereka belum menemukan cara untuk
melakukan kebaikan dan berbuat positif untuk merayakan kelulusan. Anggapan yang
keliru terus tertanam dalam benak bahwa lulus SMA adalah lulus segalanya
(sekolah), berhenti untuk belajar dan menempuh pendidikan. Suatu pendapat yang
salah besar, bukan? Belajar sebenarnya tidak mengenal usia, waktu, tempat dan
orang-orang yang mendukung proses belajar. Banyak ilmu bertebaran dimuka bumi
ini, kita tinggal mengambil dan memanfaatkan sebaik mungkin.
.
Lulus
SMA bukanlah lulus dari semua proses belajar. Para pelajar yang tidak bisa
menggunakan kesempatan selanjutnya untuk memperoleh ilmu, sejatinya mereka
tidak menyadari bahwa masih banyak kegiatan positif yang bisa dilakukan di usia
belia mereka. Bersedekah, berbagi kebahagiaan dengan orang lain tentu lebih
baik dilakukan, misalnya dengan berbagi nasi bungkus pada yang berhak menerima.
Mereka seharusnya menyadari bahwa akan selalu ada jalan untuk melakukan
kebaikan.
.
Mensyukuri
segala nikmatNya karena telah diberi kesempatan untuk menyelesaikan sekolah di
jenjang SMA, tidak harus dengan perbuatan hura-hura yang tidak bermanfaat. Perayaan
dengan melakukan hal-hal yang tidak semestinya tentu tidak perlu dilakukan. Mereka
seharusnya menyadari, bahwa tidak semua orang mempunyai kesempatan yang sama
dalam hal pendidikan. Masih banyak saudara kita yang kurang beruntung
memperoleh pendidikan hingga jenjang SMA.
Diusia remaja, seharusnya lebih banyak melakukan kegiatan postif, yang
lebih bermanfaat dan tentu untuk kebaikan bagi diri sendiri dan orang lain.
Nova DW
Nganjuk, 4 Mei 2017
8 Comments
Saya pas lulus nggak corat-coret. Cuma ke pantai sama teman-teman dan nongkrong. Bercerita akan kuliah dimana dan apa rencana ke depan. Itu saja...
ReplyDeleteSemoga itu hal yang baik... hehe
Tulisan yang bagus, mbak. Semoga kita semua senantiasa bisa menjaga semangat di dalam dada untuk tetap menulis...
Bang Syaiha
Saya juga tidak corat-coret baju, Bang Syaiha. Eman-eman bajunya hehe.
DeleteTerimakasih untuk supportnya.
Salam
Tulisannya inspiratif banget Mb..
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Wid :)
DeleteFenomena yg terus berulang tiap tahun. Perlu ada tindakan agar anak2 kedepan mampu bertindak yg lebih bijak
ReplyDeletePerlu kepedulian pihak terkait yaitu orangtua, keluarga, pihak sekolah juga masyarakat agar para pelajar ini memiliki wadah untuk mengekspresikan diri melalui kegiatan positif ��
DeleteHal seperti ini tampaknya sudah menjadi tradisi ya mbak, semoga kedepannya generasi penerus nggak bersikap anarkis lagi. Ini harusnya jadi PR buat orangtua dan dewan guru agar dapat mengarahkan anak2 ke arah yang lebih baik dan manfaat.
ReplyDeleteAamiin ... semoga harapan ini bisa terkabul dan tercipta generasi yang bermental positif :)
ReplyDeleteTerima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan komentar. Pastikan Anda mencantumkan nama dan url blog, agar saya bisa berkunjung balik ke blog Anda. Semoga silaturahmi kita terjalin indah ^^