“Hei,
dengarkan berita baru ini. Si Fulan kalah dalam pilihan kepala desa. Padahal
dia sudah habis biaya banyak, lho.”
“Sampai
berapa duit, tuh?”
“Ada
kalau 300 juta!”
“Hah?
Duit segitu banyak hanya untuk
mencalonkan kepala desa? Kalau aku ya lebih baik buat daftar haji plus
sekeluarga saja. Kalau ada sisa, buat renovasi rumah. Sayang banget, kan, sudah habis duit banyak,
tapi nggak jadi. Lagipula, si Fulan kenapa juga pingin jadi kepala desa? Bukannya selama ini dia sudah sukses jadi
pedagang?”
“Yaa
… mungkin dia ingin jadi terkenal, punya wibawa. Kan jabatan keren, tuh. Kepala Desa, gitu lho! Tapi …”
“Tapi
apa?”
“Dengar-dengar,
duit sebanyak itu didapat dari hasil penjualan sawah orangtua, juga hutang ke
saudara-saudaranya. Kasihan ya. Sudah kalah, masih juga harus menanggung hutang
sebanyak itu.”
“Itulah,
kalau berharap terlalu tinggi. Tidak mengukur kemampuan. Rezeki sudah ada yang
ngatur. Dia sudah jadi pedagang sukses, masih merasa kurang juga. Itu
akibatnya.”
Mungkin
kita sering mendengar dialog seperti di atas. Tentang seseorang yang sudah
terlanjur menghabiskan banyak biaya untuk ambisi menjadi seorang kepala desa.
Padahal biaya tersebut bukan dari kantong sendiri, melainkan dari hasil
penjualan warisan orangtua dan hasil hutang sana-sini. Ketika harapan tak bisa
menjadi kenyataan, mimpi tinggallah mimpi. Tinggallah otak yang harus berpikir
keras untuk bisa melunasi hitang-hutang itu. Sungguh ironis.
Terkadang
kita memang kurang mensyukuri nikmatNya yang telah diberikan pada kita. Semua
terasa kurang. Mempunyai angan terlalu tinggi, juga inginnya lebih saja. Namun
seringkali lupa akan kemampuan diri. Terlebih lagi suka memaksakan kehendak
tanpa mempertimbangkan akibatnya. Ketika jatuh dan gagal, tidak siap menghadapi
kenyataan.
Tidakkah
kita sadari, bahwa Allah sebenarnya telah memberi peringatan, agar kita
menginfakkan sebagian harta yang kita miliki kepada yang berhak menerima? Bukan
untuk menuruti nafsu duniawi?
“Dan infakkanlah (hartamu) di jalan
Allah, dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan
tangan sendiri, dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah : 195)
Semoga
ini bisa menjadi pengingat bagi kita semua. Aamiin.
Nova
DW
Nganjuk,
13 Mei 2017
#PengingatDiri
#Tantangan ODOP
#Tantangan ODOP
22 Comments
Terimakasih sudah di ingatkan kak..
ReplyDeleteSekaligus reminder buatku, mas Ian
DeleteBanyak orang yang memandang harta, tahta dan wanita itu penting untuk prestise...
ReplyDeleteBetul, mbak Elin. Semoga kita tidak termasuk di dalamnya. Aamiin
DeleteMba NOva, terima kasih sudah mengingatkanku di pagi hari ini. InsyaAllah rejeki sudah ada yang atur ya. Kita hanya bisa berusaha :)
ReplyDeleteBiarlah Allah yang menilai usaha kita, ya mbak Ida :)
DeleteSemoga kita termasuk orang2 yg senantiasa bersyukur dan yakin kalau sedekah itu melipatgandakan harta ya mba, biar terus termotivasi untuk bersedekah,aamiin
ReplyDeleteAamiin. Sayapun berharap begitu, mbak Shine. Menjadi insan yang bermanfaat bagi orang lain :)
DeleteManusia kan gitu, selalu merasa kurang. Hihihi.
ReplyDeletePunya satu pengen dua, punya yg sesuai kebutuhan, masih beli yg lain cuma karena ingin.
Itulah mbak. Padahal belum tentu yang diinginkan itu juga yang kita butuhkan lho hehe
DeleteReminder buatku juga, mb. Kadang masih pengin belanja belinji ngikutin hawa nafsu padahal mgkn ga butuh banget.
ReplyDeleteItu naluri kok mbak Ila. Tapi memang harus bisa menekan hawa nafsu kan? Hehe
Deletepadahal cukup lebih mendekat lg kepada Allah, Allahlah yang akan mengangkat derajat kita di mata manusia :)
ReplyDeleteBetul, mbak Ninda. Mendekatkan diri padaNya maka hal-hal baik termasuk derajat yang terangkat adalah salah satu cara menjadi insan yang mulia :)
DeleteYang mirisnya kita tahu, ketika mengikuti hawa nafsu akan bahaya. Bahaya lahir maupun batin. Bahkan dalam tingkatan tertentu bisa terjerumus ke dalam syirik akbar, krn memperbudakkan dirinya dan menyembahnya. Naudzubillah mindzalik..
ReplyDeleteSolusi untuk tidak membiarkan hawa nafsu tak berarah sesungguhnya telah Allah SWT perintahkan melalui petunjuk Agama Islam dan menggunakan akal sehat agar selamat dari bahaya tsb.
Jadi, bila seseorang sampai terjerumus, maka dapat dipastikan salah satu atau kedua penentu selamat itu tidak digunakan.
Ya Allah, semoga Engkau senantiasa memudahkan kami menuju ridhoMu, terutama dalam mengelola hawa nafsu ini. Aamiin ya Robbal alamiin..
Makasih mbak Nova atas reminder mu kali ini.
Salam tetap semangat untuk keberkahan ya mbak... :)
Terimakasih untuk apresiasinya, Pak Dedi. Semoga kita selalu dalam keadaan saling mengingatkan dalam kebaikan :)
DeleteMau jadi pemimpin daerah modalnya besar. Miris.
ReplyDeleteDan hasilnya belum tentu sesuai harapan ya, Mbak Ardiba :(
DeleteKejujuran buat raih sesuatu itu yang utamanya, kalau kek gini rasaya mmm klau aku pribadi mending ya dananya buat yang lain :p
ReplyDeleteSetuju, mbak Herva. Jabatan itu juga amanah (seharusnya), bukan ajang jual beli :(
DeleteSifat manusia emang nggak penah puas dgn keadaan ny
ReplyDeleteSemoga kita termasuk golongan yang pandai bersyukur, mas Ahmad :)
DeleteTerima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan komentar. Pastikan Anda mencantumkan nama dan url blog, agar saya bisa berkunjung balik ke blog Anda. Semoga silaturahmi kita terjalin indah ^^