![]() |
dok. pribadi |
Judul : Karti Kledek Ngrajek
Penulis : SW. Warsito
Editor : Prisca Primasari
Penyelaras
Akhir : Diky K. Dixigraf
Desain Sampul : Santana
Dixigraf
Penerbit : JARING PENA (Lini Penerbitan JP Books) Surabaya
Tahun Terbit : 2009
Tebal : 215 halaman
ISBN : 978=979-1490-53-5
Kledek
adalah salah satu profesi penari yang ada di kalangan masyarakat Jawa. Seorang
kledek biasanya melakukan aksi panggung saat ada tayuban. Tayuban adalah sebuah
acara menari bersama antara pria dan wanita yang diiringi gamelan dan gending-gending
Jawa, khususnya gending-gending tayub.
Menjadi
seorang kledek harus selalu bisa menjaga penampilan agar tetap menarik. Selain
wajah, dia harus bisa menjaga body, gaya, pakaian dan kepandaian bergaul.
Selain itu juga harus bisa menjaga diri agar tidak tampak kampungan, tidak
dianggap perempuan murahan dan sejumlah patokan lain yang harus dilakukan.
Kledek
harus pandai menyesuaikan diri, menarik perhatian orang lain namun tetap
santun. Juga dilengkapi ilmu pengasihan yang mengakibatkan orang lain penuh
kasih padanya, bahkan terhipnotis untuk tertarik padanya, baik pria maupun
wanita.
Selain
itu, seorang kledek harus mempunyai daya tarik dan kelebihan tersendiri, daya
pikat yang kuat sehingga para lelaki mabuk kepayang dibuatnya. Ia mempunyai
sesuatu yang tidak dimiliki ibu rumah tangga secara umum, terlebih bagi para
perempuan desa pada umumnya.
Menjadi
kledek merupakan impian bagi sebagian gadis di Desa Ngrajek. Mereka terpengaruh
oelh lingkungan yang ada. Di desa itu banyak sekali kledek yang hidup serba berkecukupan. Rumah
bagus, pakaian bagus, punya kendaraan bermotor dan sering bepergian untuk
bersenang-senang. Impian yang juga menghinggapi seorang gadis bernama Karti.
Karti
kecil berdiri di depan cermin, memperhatikan wajahnya yang cantik, rambut ikal
panjang, lesung pipi yang manis, alis yang tebal, mata yang blalak-blalak dan
tubuh indah nan ramping. Dalam hati ia berujar bahwa kelak saat dewasa ingin
menjadi seorang kledek yang mengalahkan para kledek, termasuk Lik Sariyem yang
kata orang sangat cantik, terkenal dan laris mendapat job dimana-mana. Karti
bercita-cita mengalahkan Lik Sariyem dalam segala hal. Cantiknya, larisnya, maupun
kekayaannya. Cita-cita yang menjadi rahasia besar dalam kehidupan Karti.
Karti
tidak melanjutkan sekolah selepas SD. Ada dua alasan yang menjadi penyebab.
Pertama dan utama adalah karena ia ingin segera menjadi kledek. Kedua adalah
karena ketiadaan biaya dari orangtuanya. Karti menjelaskan pada kedua
orangtuanya bahwa ia ingin menjadi kledek yang sukses, terkenal dan kaya.
Gambaran akan kesuksesan Karti yang berimbas pada kehidupan mereka, telah
mengabaikan nurani. Jurang kemiskinan selama berpuluh tahun dan mentas dari
keadaan itu membuat mereka begitu mudahnya menyetujui keputusan Karti untuk
menjadi seorang kledek dan berguru pada Lik Sugimin, seorang penabuh kendang
terkenal di desa mereka.
Lik
Sugimin memang mengajarkan banyak hal tentang semua yang harus dilakukan
seorang kledek, termasuk berbagai mantra dan ritual yang harus ditempuh serta
beberapa pantangan yang tak boleh dilakukan. Pasrah dan patuh sepenuhnya pada
sang guru pun dilakukan Karti bahkan ketika dia harus menyerahkan sepenuh diri dengan
kehilangan kegadisannya sebagai syarat agar bisa menjadi kledek terkenal, laris
dan kaya raya. Bayangan agar hidup dan keluarganya lepas dari jerat kemiskinan
telah membuat Karti hanya menuruti tipu muslihat sang guru, meskipun hatinya
hancur. Namun dalam lubuk hatinya, Karti meyakini bahwa Lik Sugimin akan
menerima karma atas perbuatannya.
Berkat
kegigihannya belajar untuk menjadi kledek yang sukses, Karti berhasil
mewujudkan cita-cita. Hidupnya serba berkecukupan, dia menjadi terkenal juga
kaya raya. Namun, ternyata, itu semua masih belum cukup untuk menjamin hidupnya
bahagia. Lantas, apa yang dilakukan Karti untuk bisa meraih kebahagiaannya?
Novel
dengan judul Karti Kledek Ngrajek yang ditulis berdasar kisah nyata namun tentu
saja nama-nama tokoh hanya rekaan belaka ini berhasil menguak kehidupan seorang
kledek. Gaya penulisan yang cenderung bercerita dan minimnya penggunaan dialog
memang terkesan membosankan.
Namun
novel ini mampu memberikan wawasan baru bagi masyarakat awam yang belum tahu
tentang kehidupan seorang kledek, serta memberi wacana agar kita turut
memelihara dan melestarikan budaya bangsa.
≠OneDayOnePost
≠TantanganResensiNovel
6 Comments
Masya Allah...buat yg rajin nulis, kelihatan yh hasilnya mba...ngaliirr ajah. Enak penyampaiannya, pas diksinya :)
ReplyDeleteTop mba Nova!
Terimakasih mbak Hikmah. Masih belajaran ini hehe
DeleteBagus, keren
ReplyDeleteTerimakasih mbak Wid :)
DeleteDulu, ketika kecil, saya dan teman-teman suka ikut 'MBESO' (menari) saat ada Tayuban. Tetapi dengan cara sembunyi-sembunyi di tengah kebun yang tak jauh dari orang yang punya hajatan (yang nanggap Tayub). Anak-anak memang dilarang untuk ikut masuk ke 'KALANGAN' (arena Tayub).
ReplyDeleteKini, ketika sudah besar, justru tayub menjadi pentas yang nyaris punah.
Miris :p
Salah satu agenda untuk mengangkat budaya yang ada di Nganjuk sekaligus melestarikannya adalah diadakan Wisuda Waranggono (Kledek). Acara ini diadakan setiap setahun sekali, juga di Desa Ngrajek. Nama kledek diganti waranggono untuk menghindari konotasi negatif.
DeleteMas Heru, jan sip tenan. Dari kecil sudah nguri-uri budaya :)
Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan komentar. Pastikan Anda mencantumkan nama dan url blog, agar saya bisa berkunjung balik ke blog Anda. Semoga silaturahmi kita terjalin indah ^^