Huft
… sudah hampir habis, pikir Pandu. Diamatinya sebatang Marlboro yang terjepit diantara ibu jari dan telunjuk. Lantas
menjentikkan jari tengah untuk membuang bara yang semakin panjang ke dalam
asbak, yang penuh batang rokok berserakan.
Pandu
beringsut sedikit dari tempat duduk, lantas mengambil bungkus Marlboro di sudut meja. Dengan sekali buka, terlihat bahwa tak
satupun rokok tersisa.
Sial!
Makinya dalam hati. Bungkus tak bersalah itu lantas diremas dan dihempaskan begitu saja ke lantai.
Laki-laki
itu lantas berdiri menuju tempat tidur. Bukan untuk merebahkan diri, namun
mengambil jaket yang tergeletak di sana. Tangan pun bergerak mencari
sesuatu di tiap saku jaket. Namun yang dicari tidak ada. Nihil. Dia kecewa. Lalu dilemparnya jaket itu ke tempat tidur.
Pandu
menggaruk kepala yang tidak gatal. Sesekali dijambaknya rambut yang
semakin panjang. Terkadang mengusap dahi. Terlihat resah dan gelisah menghebat
pada diri laki-laki ini.
Bodoh!
Bodoh! Mengutuk diri sendiri dalam hati. Dikepalkannya tangan, lantas
dipukulkan ke kepala. Berulangkali. Hingga terhenti kala telinga mendengar
sesuatu.
“Tok
… tok … tok …”
“Pandu,
buka pintunya, Nak,” suara Ibu terdengar dari luar kamar.
Seperti
orang linglung, tak segera dijawabnya permintaan Ibu.
“Pandu,
kau dengar Ibu kan? Buka pintunya sekarang. Dari tadi kamu belum keluar dari
kamar. Ibu yakin kau tidak sedang terlelap, sebab bau asap rokok dari tadi
tercium. Tidak seperti biasanya kau mengurung diri seperti ini," terdengar nada cemas di luar kamar.
Demi
mendengar suara wanita yang dikasihinya, dan tidak ingin beliau bertambah
khawatir, Pandu pun melangkahkan kaki, memutar anak kunci dan membuka pintu
kamar.
“Masya
Alloh … apa yang terjadi? Kenapa kamu, Nak?” pekik Ibu kala melihat Pandu yang
kusut masai dengan rambut awut-awutan.
Pandu
hanya diam dan tertunduk lesu. Tak berani menatap Ibu.
Lantas
kedua tangan nan lembut itu memegang kepala anak laki-lakinya, lalu
dihadapkannya wajah agar mereka bisa saling menatap. Namun Pandu tetap
tertunduk, tidak berani menatap wajah teduh perempuan itu.
Tiba-tiba,
Pandu menjatuhkan diri dan memeluk lutut Ibu. Lirih terdengar suara disertai
isak tertahan dari mulut anak sulungnya.
“Maafkan
Pandu, Bu …”
#OneDayOnePost
#CerbungBungaKemuning
#Bagian4
0 Comments
Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan komentar. Pastikan Anda mencantumkan nama dan url blog, agar saya bisa berkunjung balik ke blog Anda. Semoga silaturahmi kita terjalin indah ^^