Pagi
masih menampakkan remang, saat kulipat mukena dan sajadah setelah menunaikan
kewajiban padaNya.
Aku
beranjak dan melangkah ke ruang tamu yang letaknya tak jauh dari kamarku.
Sebuah ruangan tak seberapa luas, bercat putih dengan satu set kursi sudut dari
kayu jati berwarna coklat.
Hanya
ada satu hiasan dinding berupa ukiran jepara bertuliskan asmaul husna. Pintu kupu
tarung sebagai pintu utama yang diapit jendela kecil memanjang disamping kanan
kirinya, serta korden coklat susu dengan vitrase
putih transparan bermotif bunga tulip keemasan.
Kuraba
gerendel pintu masih terkunci rapat. Berarti belum ada yang membuka, mungkin
Bapak dan Ibu masih wiridan (1),
pikirku. Gegas kuputar anak kunci.
Aku
ingin segera menikmati wangi semerbak bunga kemuning di pelataran. Sebuah pohon
kemuning setinggi kurang lebih 1,5 meter dengan kanopi melebar, memberi
kesempatan bunga-bunga putih bertebaran. Pohon itu berada di halaman depan
rumah kami, tepatnya di tepi pagar halaman.
Perlahan
pintu utama terbuka. Dan …
Masya
Alloh, pekikku dalam hati! Reflek kedua tangan ini menutup mulut.
Terlihat
sosok yang sangat kukenal tengah tertidur sambil bersandar di tembok, berselebahan dengan pintu
yang baru saja kubuka. Kedua tangannya bersedekap dengan kaki berselonjor.
Hatiku
penuh tanya. Kenapa dia bisa tertidur di sini? Hampir semalaman? Kenapa dia
tidak mengetuk pintu agar bisa masuk ke rumah? Bukankah dia bisa mengetuk
jendela kamarku yang berada paling depan diantara kamar-kamar di rumah ini?
Tapi … semalam aku tidak mendengar deru motornya.
Meskipun
banyak tanya berkelebat dalam benak, kucoba merunduk dan mendekatinya. Lelah
seolah menghinggapi wajah kakak sulung, sekaligus anak laki-laki satu-satunya
Bapak dan Ibu.
Celana
jeans dan jaket yang membalut tubuh terlihat kedodoran menambah nyata tubuh
kurusnya. Rambut ikalnya terlihat lebih gondrong. Kumis dan jambang mulai tumbuh.
Ah, mungkin dia lupa bercukur atau sengaja membiarkan, pikirku. Penampilan yang
tidak seperti biasanya. Mas Pandu-ku ini biasanya terlihat rapi dan klimis (2). Kemana saja aku sampai tidak memperhatikan
perubahan dirinya?
Saat
tanganku terulur hendak menyentuh pundaknya untuk membangunkan, terdengar lirih
dia menyebut sebuah nama.
“Sekar
…”
Catatan :
(1) wiridan : dzikir
(2) klimis : licin dan berkilap
#OneDayOnePost
#TantanganCerbung
#Bagian1
0 Comments
Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan komentar. Pastikan Anda mencantumkan nama dan url blog, agar saya bisa berkunjung balik ke blog Anda. Semoga silaturahmi kita terjalin indah ^^