“Non
…”
Bik
Tun mencoba memanggil Sekar yang masih mengurung diri dalam kamar. Namun tak
ada jawaban. Perempuan paruh baya itu mencoba mengetuk pintu dengan perlahan.
“Tok
… tok … tok …”
“Non
Sekar, maaf Non kalau Bibik memanggil terus dari tadi. Tolong buka pintunya.
Dari tadi siang kan Non Sekar belum makan. Ada apa? Apa Non minta dimasakkan
apa, gitu? Bibik akan buatin. Tapi buka pintunya dulu. Bibik khawatir,” dengan
memelas Bibik Tun mengiba pada sosok yang ada dalam kamar.
Masih
belum ada jawaban. Bik Tun menunggu dengan cemas.
Ketika
tangan Bik Tun akan kembali mengetuk pintu, tiba-tiba daun pintu kamar
bergerak. Akhirnya, batin Bik Tun senang karena Sekar membukakan pintu
untuknya.
Namun
…
Demi
melihat momongannya, sontak Bik Tun
berteriak sedikit kaget.
“Ya
Alloh, Non. Non Sekar kenapa begini? Mata Non bengkak, wajah juga pucat. Non
Sekar sakit? Mana yang sakit? Bibik pijat ya?” berondong Bik Tun dengan berbagai
pertanyaan khawatir. Tangan yang mulai keriput itu mencoba memegang lengan anak
sang majikan itu.
Sekar
hanya menggeleng lemah. Lirih terdengar suaranya.
“Aku
tidak apa-apa, Bik. Hanya pusing dan lemas.”
“Kalau
begitu, Non Sekar berbaring saja ya. Sebentar, Bibik turun lagi, membuatkan teh
hangat buat Non, ya.”
“Nggak
usah, Bik.” Bibik di sini saja, temani Sekar.”
Tiba-tiba,
tubuh mungil itu memeluk Bik Tun. Tangisnya pecah. Bik Tun termangu bingung.
Lantas dibimbingnya Sekar ke tempat tidur. Sambil mengelus lembut kepala Sekar,
dibiarkannya dada yang mulai renta sebagai tempat menumpahkan segala rasa. Saat
seperti ini, serasa tak ada jarak diantara mereka. Naluri keibuannya pun
menyeruak. Hening beberapa saat tiada terdengar di kamar itu.
Berpuluh
tahun mengabdi, Bik Tun tahu, bahwa di rumah besar itu, dalam kamar ini, ada
sosok yang selalu kesepian. Meski segala fasilitas ada, namun Non Sekar sering
mengurung diri dalam kamar.
Sebuah
kamar bercat pink pucat yang berukuran besar dengan kamar mandi di dalamnya,
ada sebuah televisi layar datar berukuran cukup besar, seperangkat meja kursi
untuk Sekar mengerjakan tugas sejak duduk di bangku sekolah hingga kuliah, sebuah
ranjang empuk yang cukup memuat tiga orang, dua buah jendela besar yang
menghadap ke jalan, serta satu set meja kursi mungil di sudut kamar dekat
jendela. Sebuah kamar yang nyaman dan cukup mewah bagi seorang Bik Tun.
Tiba-tiba
Sekar bangkit dan mencoba mencari-cari sesuatu. Sebuah handphone. Dengan menggeser layar, dicarinya sebuah nama. Lantas
mencoba menghubungi kontak yang ada di sana. Namun raut kecewa menghinggapi
kala seseorang di seberang sana gagal dihubungi.
Baca
juga : Cerbung Bunga Kemuning Bagian 5
#OneDayOnePost
#Tantangan Cerbung
#Bagian6
0 Comments
Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan komentar. Pastikan Anda mencantumkan nama dan url blog, agar saya bisa berkunjung balik ke blog Anda. Semoga silaturahmi kita terjalin indah ^^