Cerbung Bunga Kemuning Bagian 19






Malam itu, udara terasa agak panas. Musim kemarau kali ini memang tidak seperti biasanya. Lebih panjang dan angin sedang malas berhembus. Menambah gerah suasana di ruang keluarga itu. Ketegangan menghinggapi Bapak, Ibu dan Pandu. Arum memang tidak dilibatkan karena Bapak melarang.


Pandu tertunduk tak berani menatap Bapak yang sedari tadi diam membisu,  setelah Bapak memintanya untuk menceritakan kejadian sepulang Pandu dari rumah Sekar. Terlebih pada bagian tentang kehamilan Sekar.

Bapak memang ingin mendengar dari mulut Pandu sendiri, meskipun sudah menduga bahwa terjadi sesuatu antara anak sulungnya dengan gadis itu, serta cerita dari Ibu Pandu karena dipaksa oleh Bapak untuk menyampaikan kejadian sesungguhnya, tak ayal membuat hati laki-laki yang berusia menjelang purna tugas sebagai seorang pengajar itu teriris lagi.

Merasa gagal mendidik anak, apalagi dengan profesinya sebagai guru yang juga tokoh masyarakat yang disegani di desa mereka, membuat Bapak seolah kehilangan martabat dan harga diri.

Diamnya Bapak ditanggapi Pandu sebagai murka. Diapun bangkit dari tempat duduknya dan bersimpuh memohon ampun. Demi dilihatnya sikap sang anak, Bapak hanya berkata lirih.

“Masalah ini harus segera diselesaikan, Le(1). Kamu harus bertanggungjawab atas semua perbuatanmu,” kata Bapak tegas sambil mengelus rambut Pandu.

“Pandu siap untuk bertanggungjawab, Pak. Mohon doa restu dari Bapak dan Ibu,” jawabnya mantap.

Tiada lagi pembicaraan setelahnya. Bapak pun beranjak menuju kamar pribadi dengan langkah gontai. Pandu hanya bisa memandang punggung Bapak dan dalam hati merutuki diri penuh penyesalan. Dia telah membuat kecewa Bapak. Merasa tidak bisa memenuhi harapan orangtua. Namun segera diingatnya akan tekad untuk menepati janjinya pada kedua orangtua Sekar.

Pandangan Pandu beralih pada Ibu yang sedari tadi diam. Tanpa banyak bicara, Ibu pun merangkul buah hatinya yang tengah terluka. Dielusnya kepala anak mbarep(2) nya itu.

Dalam diam, Pandu merasakan kasih Ibu begitu dalam. Tanpa disadari, butiran airmata membasahi pipinya.

.

Pagi itu, sehari setelah Pandu mengantar Sekar pulang, tiba-tiba rumah Pandu kedatangan tamu. Sekar dan kedua orangtuanya serta seorang sopir, berkunjung.

Bapak, Pandu dan Arum yang akan berangkat kerja, terpaksa hari itu membolos demi menyambut tamu penting bagi mereka.

.

Suasana terlihat tegang saat pertemuan terjadi antara keluarga Pandu dan keluarga Sekar. Papa yang masih belum bisa menjaga emosi, seolah terus menyalahkan Pandu. Namun Mama terus berusaha menenangkan Papa. Sekar sesekali terlihat tak bisa menahan isak.

Meskipun sempat terjadi suasana yang tidak nyaman, namun akhirnya kedua belah pihak sepakat untuk segera menikahkan Pandu dan Sekar sebelum kehamilan gadis itu semakin besar. Namun ada syarat yang harus dipenuhi oleh Sekar atas permintaan Papa.





Catatan


  1.         Le             :   dari kata ‘thole’ (panggilan untuk anak laki-laki, Jawa)
  2.     Mbarep      :   anak sulung (Jawa)





#OneDayOnePost
#TantanganCerbung
#Bagian19



Post a Comment

0 Comments