Gehing

Sumber foto : google



“Aku ndak bisa meneruskan, Dik,” ujar Mas Bimo. Kata-katanya mengagetkan.
“Apa maksudnya, Mas?” membuat dahi berkerut. Kenapa Mas Bimo tiba-tiba bilang begitu, bingungku.

“Mmm … bagaimana ya, Dik. Aku bingung bilang ini ke kamu,” sembari kedua tangan saling meremas. Kebiasaannya bila gelisah. Lalu kepalanya menunduk.  Aku tak sabar ingin mendengar kelanjutan kata-katanya.


“Mas mau bilang apa, ndak bisa meneruskan bagaimana? Soal hubungan kita? Atau apa?” cecarku.

“Maafkan aku ya, Dik,” ucapnya pelan.

“Ahh … Mas Bimo bikin bete deh. Sudah, bilang saja, ada apa? Aku siap mendengar apapun yang akan Mas katakan,” emosi mulai tersulut. 

“Sekali lagi, aku minta maaf, Dik Retno. Aku tidak bisa meneruskan hubungan ini,” kata-katanya bagaikan petir. 

“Apa??? Kenapa, Mas?” kurasakan mata ini panas, isak mulai memenuhi rongga dada. Menyesakkan.

“Maafkan, aku, Dik. Aku tak kuasa,”

“Katakan, apa alasanmu! Katakan, Mas.”

“Aku … aku. Ibu … “

“Kenapa dengan Ibumu? Apa dia akan menjodohkan kamu, dengan gadis pilihannya?”

“Bukan itu, Dik. “

“Lantas apa? Sudah, tidak usah muter-muter. Katakan alasanmu!”

“Karena weton kita, Dik.”

“Ada apa dengan weton kita?

“Ibu bilang, bila weton kita disatukan, tidak bagus jadinya. Akan membuat celaka dalam keluarga. Makanya, kemarin Ibu menanyakan wetonmu, Dik. Reaksi Ibu sangat kaget. Ibu bilang, mumpung hubungan ini belum jauh, Ibu minta kita tidak melanjutkan hubungan ini.”

Aku terhenyak. Lemas. Hanya karena weton, jalinan asmara kami terancam kandas. Wetonku Pahing, weton Mas Bimo Wage, bila disatukan menjadi ‘Gehing.’ Menurut hitungan Jawa, bila kedua weton disatukan tidak baik bagi kelangsungan hidup berumah tangga, akan menimbulkan banyak bencana.

Ahh … kenapa Ibunya berpikiran seperti itu? Menganggap bahwa mitos atau apapun kepercayaan yang sudah turun temurun dipercayai masyarakat, terutama di Jawa, seakan menjadi tolok ukur kehidupan manusia, bila dilanggar akan timbul bencana besar? 

Bukankah takdir masih bisa diubah, dengan ikhtiar dan tawakal yang sungguh-sungguh? Kitalah yang menentukan nasib kita sendiri. Apakah mereka lupa, bahwa ada Dia penentu segala?

Kepalaku rasanya sakit sekali, serasa sebongkah batu jatuh di atasnya.


Catatan :
-         Muter-muter       :   keliling-keliling tidak jelas
-         Weton                :   hari pasaran lahir (Jawa)
-         Pahing, Wage   :   hari pasaran (Jawa)


#OneDayOnePost
#Batch3
#HariKe-3
#Cerpen

Post a Comment

0 Comments