Bedak Pengantin




“Ibu kan sudah bilang, mintakan bedak pengantin untuk Bagas. Kamu sih, tidak percaya. Kalau sudah begini, bagaimana?” gerutu Ibu padaku. 
 
“Tapi, Bu. Kurasa sudah tidak jamannya lagi percaya mitos seperti itu,” sanggahku.

“Kamu boleh tidak percaya, tapi kenyataannya, anakmu rewel seperti ini. Ini namanya ‘sawan’. Terus bagaimana kalau sudah begini?” Ibu masih menyalahkan.

Akupun diam saja. Percuma berdebat dengan Ibu. Kugendong Bagas menuju kamar. Dia meronta-ronta, menjerit-jerit tidak mau.


“Aku nggak mau ke kamar … nggak mau!” jeritnya.

“Kenapa, Nak?” tanyaku lembut, sambil mengelus kepalanya berusaha menenangkan.

“Pokoknya tidak mau!”

“Di sana ada setan!”

“Bagas takut!”

“Bunda pergi … jangan dekat-dekat aku!”

“Huuu … huu …”

Hampir 1 jam aku berusaha menenangkan Bagas yang sedang ‘ngamuk’. Entahlah apa yang terjadi. Apa mungkin yang dikawatirkan Ibu memang tengah terjadi pada Bagas?      Ah … 

.

Sore itu, kusampaikan pada Ibu, mau ke rumah Rosi, sahabat karib, bahkan seperti saudara. Besok dia akan melangsungkan akad nikah. Sebagai sahabat, sudah sewajarnya bila aku bertandang ke rumahnya meski hanya sekedar ngobrol sebelum dia mengakhiri masa lajangnya. 

Seperti biasa, aku pergi bersama Bagas. Ayahnya sedang dinas keluar kota.

“Jangan lupa mintakan bedak pengantin,” perintah Ibu.

“Buat apa sih, Bu?” heranku.

“Kamu ini bagaimana? Kalau Bagas kena ‘sawan’, kamu juga nanti yang repot.”

Aku tidak mau berdebat dengan Ibu yang masih saja percaya mitos. Setelah pamit, segera kuajak Bagas pergi, daripada keburu malam.

“Jangan lupa pesan Ibu, lho,” teriakan Ibu dari teras depan tak kugubris.

.

Ramai sekali rumah Rosi. Maklum saja, ini hajatan pertama bagi keluarga Rosi. Kebetulan Rosi anak sulung. Wajar bila orangtuanya ingin mengadakan pesta pernikahan yang meriah.

Akupun banyak ngobrol dengan Rosi. Namun kebersamaan tak berlangsung lama. Kulihat Bagas mulai gelisah. Mungkin sudah mengantuk, pikirku. Hari memang mulai larut. Kamipun berpamitan.

Baru beberapa meter mobil melaju, Bagas mulai menunjukkan gelagat aneh. Tiba-tiba saja berteriak tidak jelas.

“Bun … aku takut! Ayo cepetan, mobilnya. Ih … Bunda lama amat sih!”

“Bunda dengar nggak sih? Cepetaannn …!!!”

“Kamu kenapa sih, kok tiba-tiba rewel gitu, sih Bagas. Ini bentar lagi juga nyampai!”

Konsentrasiku agak terganggu.

Dan kerewelan Bagas masih berlanjut hingga kami tiba di rumah. Bahkan bergumam tak jelas sambil berteriak-teriak. Kucoba memeluknya, berharap emosinya terkendali. Namun usaha itu sia-sia. Bahkan tendangannya sempat mampir ke tubuhku.

Keributan ini tentu memancing kekhawatiran Ibu. Dan tentu saja, Ibu menyalahkanku karena tidak patuh akan permintaannya untuk memintakan bedak pengantin.

Dahiku mengernyit. Tak habis pikir. Apa ‘sawan’ itu memang dan masih ada?




Catatan
Sawan           :  kondisi anak (biasanya menyerang balita) yang rewel secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas. Biasa terjadi di kalangan masyarakat Jawa.



#OneDayOnePost
#Batch3
#TantanganHariKe-7


Post a Comment

0 Comments