Gelisah tatkala terlihat pintu rumah
masih tertutup rapat. Padahal mentari pagi mulai menampakkan wajahnya. Terbiasa
kulihat, sebelum semburat pagi muncul, bergegas pintu dibuka sekedar menikmati
segarnya udara pagi.
Aha ... akhirnya muncul juga,
sorakku dalam hati. Tapi ... terlihat murung menghiasi wajah ayu, gadis cilik
dambaan hati. Mata sembap menambah lara. Ada apa gerangan?
Tiba-tiba terdengar
teriakan.
"Lia, cepat bikinkan kopi untuk Bapak!"
Dengan gontai Lia kembali ke dalam. Baru beberapa langkah, gema suara kembali terdengar.
"Tutup pintunya! Dingin!"
Tanpa menjawab, dia menutup pintu. Ah ... pandanganku terhalang.
"Lia, cepat bikinkan kopi untuk Bapak!"
Dengan gontai Lia kembali ke dalam. Baru beberapa langkah, gema suara kembali terdengar.
"Tutup pintunya! Dingin!"
Tanpa menjawab, dia menutup pintu. Ah ... pandanganku terhalang.
Beringsut kucoba
mendekati rumah itu. Menuju samping, ke dapur. Untung pintu sedikit terbuka. Di
baliknya aku sembunyi, tak ingin terlihat siapapun. Suara itu terdengar lagi.
"Mana kopinya, Lia? Lambat sekali kau!"
Tak ada jawab. Hanya isak terdengar.
"Mana kopinya, Lia? Lambat sekali kau!"
Tak ada jawab. Hanya isak terdengar.
Pilu hatiku. Ingin
memeluk. Menghapus airmata yang meleleh di pipinya. Pagi ini begitu mendung
untuk Lia.
Tapi bagaimana mungkin?
Aku hanya seekor burung pipit tak berdaya.
(belajar bikin flash
fiction)
0 Comments
Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan komentar. Pastikan Anda mencantumkan nama dan url blog, agar saya bisa berkunjung balik ke blog Anda. Semoga silaturahmi kita terjalin indah ^^