Maafkan aku, Bunda



Kepribadian seorang anak terbentuk berawal dari keluarga. Termasuk juga untuk kebiasaan sehari-hari. Semakin dini mengajarkan, semakin terbiasa anak akan belajar. Justru di usia emasnya, anak harus mendapatkan pola pengajaran yang baik, terutama di lingkungan keluarga, di rumah, sebagai tempat pertama belajar.

Rumah sebagai madrasah (tempat belajar) pertama bagi anak. Disinilah kelak akan terbentuk pola pikir dan kepribadian anak. Siapapun yang ada dan tinggal bersama anak, disitu juga anak akan belajar. Dari melihat, mendengar dan menirukan lingkungan di sekitar. 

Meskipun dalam keseharian anak lebih banyak berinteraksi dengan ibu, bukan berarti  kewajiban mengajarkan pada anak adalah kewajiban ibu juga. Ayah pun sangat berperan dalam hal ini. 



Salah satu contoh mengajarkan kebiasaan yang baik adalah membiasakan anak untuk meminta maaf bila melakukan kesalahan. Saya mengajarkan juga hal ini pada anak saya. 

Tentu membiasakan ini kala dirasa anak sudah bisa mengucap dengan cukup jelas. Misalnya begini, kala anak saya sedang tidak mau membereskan mainannya, walau dengan menahan sedikit amarah (mungkin karena sudah capek dengan pekerjaan di rumah), kita dekati anak, dan kita ajak bicara baik-baik, dengan lembut. Ini contoh dialog saya dengan anak.

"Rafa, ayo diberesin mainannya," sambil saya belai rambutnya mengingatkan.

"Ndak mau, Bunda saja yang beresin,"gerutunya (kebetulan anak saya sudah cukup jelas bicaranya, usia 4 tahun dan sudah sekolah di PAUD dekat rumah).

"Ayo Bunda bantu, yuk." Bujuk saya sembari membereskan pelan-pelan mainannya. Saya memberi contoh agar tidak semata-mata saya menyuruh. Melihat saya juga ikut terlibat, akhirnya dia mau mengikuti.

"Baik, Bunda." Senyumnya terkembang.

"Nah ... gitu dong, anak Bunda kan pinter, sholeh." Puji saya. 
Pujian sering saya berikan, agar dia merasa bangga bahwa kebiasaan baik yang dilakukannya memang baik. Saya katakan juga padanya.

"Rafa, maafkan Bunda ya, kalau ngingetin. Rafa juga harus minta maaf kalau rewel, ndak mau beresin mainan."

Dia mengikuti kata-kata saya.

"Maafkan aku ya Bun." 

Kebiasaan minta maaf ini sering saya lakukan. Bukan dia saja yang minta maaf. Tapi saya juga. Ayahnya tak ketinggalan. Jadi, sikap apapun yang membuat kami saling bersinggungan, yang salah, harus mau minta maaf duluan. Alhamdulillah, kebiasaan ini bisa ada dalam keluarga saya.

Meskipun tak jarang, tiba-tiba, bangun tidur, Rafa langsung minta minta maaf tanpa saya ingat kesalahan dia semalam. Hahaha


Post a Comment

0 Comments